Senin, 06 Februari 2012

Sinopsis Ojakgyo Brothers Episode 51

Sinopsis Ojakgyo Brothers  Episode 51





Ibu sedang menyiapkan makan malam, dan menyuruh Tae Shik dan Tae Pil makan dahulu karena ayah sedang pergi keluar. Tae Pil yang mempunyai dugaan akan kepergian ayah bertanya apakah ayah yang mengemasi barang-barang Ja Eun dan pergi menemuinya? Ia merasa kalau mereka seperti mengusirnya pergi. Ibu mengatakan kalau ayah terpaksa melakukan ini karena khawatir nenek kebetulan bertemu Ja Eun jika Ja Eun pulang ke rumah.


Ayah pulang ke rumah dan mengatakan pada mereka kalau ia sudah mengatakan dan mengakhiri semuanya. Tae Pil ingin tahu apa yang dikatakan ayah pada Ja Eun. Ayah berkata kalau keluarga Hwang akan pindah dari perkebunan dan Ja Eun harus pergi untuk sementara waktu. Ja Eun menyanggupi juga akan memutuskan Tae Hee . Dan karena Tae Hee juga berkata akan memutuskan Ja Eun, berarti semua dapat diselesaikan segera. Ayah juga melarang menyebut Ja Eun di depan Tae Hee dan Nenek.


Tae Pil menyuarakan keberatannya kalau Ja Eun dan Tae Hee berpisah. Apakah bisa jika mereka tetap bertemu walau tak akan menikah? Kecelakaan itu bukan salah mereka berdua dan sangat menyedihkan jika mereka harus berpisah seperti ini..


“Anak kurang ajar! Apakah itu masuk akal? Walaupun kau tak mengenal wajahnya, tapi ia tetap pamanmu, tahu! Ayah Ja Eun yang membunuh pamanmu!”


Ibu meminta ayah mengecilkan suaranya, takut Nenek mendengar  percakapan ini. Tae Shik mencoba menenangkan ayah kalau Tae Pil hanya merasa kasihan pada Ja Eun, maka ia berkata seperti itu.

“Walaupun kasihan, tapi kau tak boleh mengatakan hal itu. Apakah kalian pikir aku tak memiiki hati yang kejam? Apa kalian pikir aku tak tahu betapa menderitanya Ja Eun di sana sekarang dan betapa hatinya sekarang sangat terluka karena aku memberikan semua barang-barangnya?”
Ibu kembali meminta ayah bersuara pelan, tapi ayah seperti tak mendengarnya. Ia tetap melanjutkan, “Kupikir nenek akan meninggal. Sejak detik pertama nenek pingsan sampai ia sadar kembali, rasanya ayahmu ini sulit bernafas dan hampir mati. Untung nenek segera sadar, karena jika nenek meninggal aku benar-benar akan membunuh In Ho dan diriku sendiri. Jadi bagaimana mungkin kau mengatakan hal seperti itu pada ayahmu?”


Setelah nenek sadar, akal sehatnya pun juga kembali. Nenek bertanya pada ibu yang datang membawa makan malam untuknya. Apakah ini alasan sebenarnya Ibu menentang pernikahan Tae Hee? Sampai kapan ibu berencana akan menyembunyikan masalah ini darinya?


Sambil terus menunduk, ibu minta maaf dan menjelaskan kalau ia takut nenek akan pingsan jika nenek mengetahui hal ini.


Nenek tak peduli, walaupun ia pingsan bahkan meninggalpun, ia seharusnya diberitahu. Ia sekarang merasa berdosa karena ketidaktahuannya, ia tinggal di perkebunan milik keluarga pembunuh itu selama 10 tahun. Maka ia harus memisahkan Ja Eun dan Tae Hee agar ia dapat  tenang meninggalkan dunia dan meminta maaf pada putranya. Apakah Ja Eun juga sudah mengetahuinya?


Wajah nenek sedikit berubah saat ibu mengatakan kalau Ja Eun sudah tahu. Ibu menceritakan apa yang telah dilakukan oleh Ayah pada Ja Eun dan rencana ayah untuk pindah dari tempat ini. Nenek berkata kalau hal ini sudah sewajarnya terjadi.


Tae Hee menemui atasannya dan mengatakan kalau ia akan meneruskan kasus sogokan di unversitas dan membuktikan kalau Profesor Seo memang terlibat. Dan karena Baek In Ho ternyata masih hidup, maka Tae Hee akan menjadikannya sebagai saksi. Dong Soo memandang atasannya dan dengan nada menggoda ia meminta atasannya untuk bekerja keras atas kasus ini.


Tae Hee memulai lagi kasus ini, dengan dibantu anggota timnya mereka meneliti satu per satu bukti yang dapat digunakan. Kepala polisi datang ke ruangan mereka dan meminta semua orang untuk pergi selain Tae Hee.


Setelah berdua, ia marah pada Tae Hee. Apakah Tae Hee sudah lupa akan ancamannya ia akan mengungkapkan segala kebenaran pada Ja Eun? Tapi kali ini Tae Hee tak bergeming. Ia menyuruh Kepala Polisi untuk mengungkapkan saja hal itu pada Ja Eun.


Sambil menggebrak meja Tae Hee mengancamnya, “Kali ini aku akan menelanjangimu sehingga kau tak akan menjadi parasit lagi bagi lembaga Kepolisian. Aku akan menemukan kembali buku besar yang dulu pernah hilang dan jika perlu aku akan mengejarmu sampai neraka dan menyeretmu keluar agar semua orang dapat melihat betapa busuknya dirimu. Tunggu saja.”


Kepala polisi tak menunda-nunda waktu. Ia mencari Baek In Ho dan mulai melancarkan ancamannya untuk memberitahukan segalanya pada Ja Eun. Betapa kagetnya ia mendengar kalau Ja Eun sudah mengetahui semuanya dan ancamannya sudah menjadi ancaman basi.


Mi Seok bingung bagaimana menyampaikan kabar pernikahannya pada Ha Na. Bolak-balik ia memanggil Ha Na tapi kata-kata itu juga terucap, malah membuat Ha Na kesal. Akhirnya Mi Seok memberanikan diri mengatakannya. Tanpa diduga Ha Na malah menyambut berita itu dengan gembira. Selama ini ia khawatir kalau keberadaannya menjadi beban sehingga Mi Seok tak dapat menikah.


Mi Seok tersenyum dan mengatakan kalau ia telat menikah bukan karena Ha Na, tapi karena ia punya standar yang tinggi. Ha Na senang mendengarnya walaupun bingung karena biasanya orang yang dilamar pasti memakai cincin, tapi tidak halnya dengan Mi Seok.


Tanggapan Gook Soo ternyata berbeda dengan Ha Na. Ia malah menanyakan bagaimana dengan ibunya di Philipina? Tae Shik sedikit tak nyaman dengan pertanyaan itu. Ia tak dapat menjelaskan kalau ibunya sudah meninggal, jadi ia mengatakan kalau hubungannya dengan ibu Gook Soo sudah berakhir bertahun-tahun yang lalu. Gook Soo ingin mengatakan sesuatu, tapi ada telepon dari Mi Seok membuat Tae Shik menghentikan percakapannya dengan Gook Soo.


Ayah yang sudah ada di rumah kaget melihat Ja Eun pulang membawa koper-kopernya. Ja Eun menceritakan pertemuannya dengan Papa Hwang dan meminta pada ayahnya agar perkebunan itu diberikan saja pada keluarga Hwang. Ayah setuju, dan menanyakan tentang hubungannya dengan Tae Hee. Tanpa ekspresi Ja Eun menjawab kalau mereka akan putus.


Ayah menyesal dan minta maaf karena ia kembali maka semua ini harus terjadi. Ia  seharusnya memang mati saja saat kecelakaan di laut. Kali ini Ja Eun hanya terdiam tak menenangkan ayahnya.


Semalaman Ja Eun tak dapat tidur, hanya duduk termenung di tempat tidur.


Begitu pula Tae Hee. Ia melampiaskan kemarahannya di arena baseball, memukul setiap bola sekuat tenaga, membuat khawatir Dong Soo yang melihatnya.


Ia tak pulang ke rumah, tinggal di kantor polisi. Menunggui waktu, seakan tak ingin esok datang dengan segera.


Pagi harinya saat sarapan, nenek menanyakan tentang Tae Hee yang tak pulang. Ayah beralasan kalau Tae Hee lembur di kantor. Nenek juga bertanya tentang kemungkinan Baek In Ho diseret ke pengadilan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Menurut Ayah hal itu tak mungkin karena batas pengajuan perkara sudah habis maka Baek In Ho tak dapat dijerat hukum.


Nenek tak tahu tentang hal ini, tapi meminta ayah untuk mencoba mencari tahu apakah ada cara lain untuk menyeretnya. Ayah berjanji untuk mencari tahu.


Tae Shik mencoba menyegarkan suasana dengan memberitahukan kalau ia akan pindah kerja ke rumah sakit lain. Ibu dan ayah sangat gembira mendengar hal itu, tapi nenek seolah tak mendengarkannya. Ia hanya termenung walaupun Tae Shik mengatakan kalau rumah sakitnya ini jauh lebih besar dari tempatnya bekerja.


Akhirnya Tae Shik mencoba membuat nenek tertarik dengan mengatakan kalau ia juga memiliki satu kabar lagi namun akan ia katakan nanti. Nenek tetap termenung.


Ibu ingin tahu kabar apa itu, tapi Tae Shik mengisyaratkan nanti karena nenek sedang bersedih. Ibu mengerti. 
Karena memperhatikan nenek, Tae Shik tak memperhatikan Gook Soo yang terdiam mendengar pengumuman itu.


Soo Young dan Tae Bum sedang mengedit hasil reportase, dan Soo Young memberi ide-ide agar reportase itu terlihat lebih menarik.


Tapi Tae Bum hanya diam, tersenyum dan memandangi Soo Young dengan penuh cinta. Ia menyetujui semua ide Soo Young, dan mengajaknya beristirahat. Ia mulai mengecup pipi Soo Young, membuat Soo Young salah tingkah (tapi tak menolak).


Namun ada interupsi yang membuat Tae Bum terjatuh dari kursinya. Rekan kerja pria Tae Bum menyindir kalau sekarang mereka melakukan kemesraan di mana-mana. Untung  bawahan Soo Young membela mereka karena toh mereka adalah pasangan yang baru menikah. Jadi sebaiknya mereka yang pergi ke tempat lain, dan ia mengajak  untuk membeli kopi saja.


Satu rintangan telah pergi. Mereka saling melempar  senyum dan berpelukan. Tae Bum ingin jam kantor segera berakhir agar mereka cepat segera pulang. Pintu ruangan terbuka lagi, dan Tae Bum yang menyangka kalau temannya datang menggoda mereka lagi dan tanpa melihat langsung mengusirnya pergi.

Soo Young yang melihat siapa yang datang langsung berdiri kaget.


Pak Kepala Bagian melihat dengan senyum-senyum dan malah menyuruh mereka meneruskan karena mereka tampak mesra.


Seluruh anggota tim Manager Gong makan siang bersama Pak Kepala Bagian. Pak Kepala Bagian marah karena tak mengundang mereka saat pesta syukuran rumah, padahal berkat dialah Soo Young dan Tae Bum berbaikan. Tae Bum minta maaf dan berjanji untuk mentraktirnya.


Pak Kepala Bagian bertanya apa yang mereka lakukan, yang langsung dijawab oleh salah satu teman kalau mereka memainkan permainan. Pak Kepala Bagian suka dengan hal itu dan memberikan ide : bagaimana jika mereka sekarang memainkan permainan anak-anak sambil menunggu makanan datang.


Semuanya agak ragu dengan ide itu, karena permainan yang disarankan adalah permainan Yaja. Yaitu semua orang bebas menggunakan bahasa banmal (bahasa yang tidak formal) dan memanggil tanpa jabatan atau gelar (Seperti Manager Gong, Reporter Hwang, Ketua tim Cha, dll). Pak Kepala Bagian meminta Manager Gong untuk memulainya. Melihat Manager Gong masih tetap ragu, sehingga Pak Kepala Bagian dan mulai marah padanya.


Manager Gong berkata, “Kecilkan suaramu! Berani sekali kau bersuara lantang di hadapanku!”


Semuanya kaget, tapi Pak Kepala Bagian malah terkekeh kegirangan dan berkata apakah sekarang sudah dimulai? Manager Gong pun meneruskan, “Kau sekarang malah ketawa, dasar orang ini!”


Tae Bum langsung menyela, “Kau yang bersuara lebih keras. Kenapa lihat-lihat? Ayo berbalik, kau duduk berbalik!”


Manager Gong kaget mendengar perintah Tae Bum yang menghukumnya seperti anak kecil. Tapi akhirnya ia tetap berbalik dan memeluk punggung kursi. Tawa Pak Kepala Bagian semakin keras.


Bawahan Soo Young berbisik sambil tersenyum jahil pada rekan kerja prianya. Ia kemudian menghardik Tae Bum, “Yaa Hwang Tae Bum! Kau kelihatan keren sekali. Mertuamu yang memilihkan bajumu hari ini?”


Tae Bum mendelik, karena setelah itu serangan bertubi-tubi mengarah padanya yang mengatakan kalau mungkin celana dalamnya pun dipilihkan. Semua tertawa mendengar ejekan itu, termasuk Manager Gong dan Pak Kepala Bagian.


Dan Soo Young pun menyelamatkannya dengan menghardik Pak Kepala Bagian dengan memanggil namanya tanpa jabatan apapun. “Kau benar-benar tak sopan pada seniormu, ya!”


Pak Kepala Bagian terkekeh mendengarnya, begitu pula Manager Gong. Soo Young pun menghukum Pak Kepala Bagian untuk berbalik dan duduk membelakangi mereka.



Kali ini semua orang tak dapat menutupi tawa mereka melihat Pak Kepala Bagian mendapat hukuman yang sama dengan Manager Gong.


Eun Joo, teman Yoo Eul dari temu alumni datang mengunjungi Yoo Eul untuk melihat-lihat toko mereka dan memuji Yoo Eul yang dapat memiliki toko sebesar ini.


Namun ia kaget melihat Tae Pil ada di toko itu bekerja sebagai karyawan pula. Buru-buru Yoo Eul mengajak Eun Joo untuk berbicara di tempat terpisah.


Rasa ingin tahu Eun Joo tak pernah berhenti bertanya tentang Tae Pil walau Yoo Eul mencoba mengalihkan perhatiannya dengan meminta Eun Joo menceritakan anak-anaknya. Akhirnya Eun Joo pamit dengan mewanti-wanti Yoo Eul agar kejadian ini tak dilihat oleh temannya yang lain. Ia mengerti kalau Yoo Eul mungkin hanya ingin main-main dan tak serius dengan Tae Pil. Tapi mungkin orang lain tak melihatnya seperti itu. Mereka akan menghina Yoo Eul karena menggoda pria yang lebih muda dengan menawarkan uang.

Okee.. sepertinya yang jelas-jelas menghina adalah teman Yoo Eul, deh.


Tae Pil yang sempat melihat Eun Joo bertanya pada Yoo Eul saat makan siang. Apakah ada orang, selain mantan suaminya, yang dibenci oleh Yoo Eul? Dengan polos Yoo Eul mengaku tak punya.


Tae Pil kagum sekaligus heran padanya. Bagaimana mungkin Yoo Eul tak memiliki orang yang ia benci, sementara dirinya memiliki banyak sekali, seperti wali kelasnya saat  SMAnya yang selalu membandingkannya dengan Tae Hee, mantan pacarnya, seniornya saat wamil dan beberapa lain hingga genap sampai sembilan orang.


Yoo Eul malah tertarik dengan cerita guru SMA yang selalu membandingkannya dengan Tae Hee. Tae Pil kemudian bercerita kalau di SMA bukannya dipanggil dengan Tae Pil, tapi ia selalu dipanggil dengan Adik Hwang Tae Hee. Setiap ia naik kelas, sapaan pertama adalah ‘Ah.. kau ini adik Hwang Tae Hee, ya. Berusahalah agar seperti kakakmu, ya.”


Yoo Eul tertawa mendengar gerutuan Tae Pil, tapi Tae Pil menyuruh Yoo Eul berhenti tertawa karena kenyataannya tak selucu yang dibayangkan Yoo Eul. Yoo Eul akhirnya berhenti tertawa namun kembali berkata, “Ayo habiskan makanannya, Adik Hwang Tae Hee,”membuat Tae Pil semakin kesal dan Yoo Eul pun kembali tertawa.

Namun Yoo Eul kembali teringat ucapan Eun Joo yang mengatakan dirinya menggoda pria yang lebih muda dengan uang, dan saat itu juga moodnya menjadi jelek.


Tak disangka, Ibu Soo Young melanjutkan niatnya untuk membelikan baju untuk menantunya. Ia mengajak Tae Bum untuk berbelanja jas, sepatu dan yang lainnya.


Seperti film Pretty Woman, namun sekarang berkebalikan, Tae Bum tercengang melihat jas yang harganya 2,9 juta won (sekitar 29 juta rupiah!) dan ibu tenang dan duduk manis melihat peragaan busana yang dilakukan oleh Tae Bum.


Dari yang bergaya Bae Yong Jun..


..  sampai gaya macho girly.


Sesampainya di rumah, Tae Bum membawa tas belanjaan yang bejibun dan ia tak merasa senang mendapatkannya. Seperti pertama kalinya melihat rumahnya sendiri, ia menatap vas bunga, lukisan yang tergantung di dinding bahkan foto-foto keluarga yang kebanyakan diisi oleh foto keluarga Soo Young, dan ia menyadari sesuatu.


Soo Young yang sudah pulang terlebih dahulu, keluar kamar dan melihat tas-tas belanjaan yang dibawa oleh Tae Bum. Ia mengatakan kalau ibu keterlaluan karena membelikan baju begitu banyak untuk menantunya.


Tae Bum meminta Soo Young duduk karena ingin mengatakan sesuatu. Bagaimana jika mereka hidup terpisah dari orang tua Soo Young?Ia mengajak Soo Young untuk pindah dan mencari rumah sendiri. Soo Young heran, mengapa tiba-tiba Tae Bum meminta hal ini.

Karena pernikahan yang mereka jalani kali ini bukan pernikahan kontrak seperti sebelumnya. Sebelumnya ia pernah tak memikirkannya. Tapi karena sekarang mereka benar-benar menikah, ia ingin mereka tinggal di rumah mereka sendiri.


Soo Young menduga kalau perubahan sikap Tae Bum ini karena ibunya, tapi Tae Bum membantahnya. Ia ingin pindah karena rumah yang ia tinggali seperti bukan rumah mereka tapi rumah orang tua Soo Young. Dan Tae Bum belum pernah sekalipun mengundang orang tuanya. Orang tuanya juga tak pernah sekalipun menanyakan kapan mereka boleh mengunjunginya karena sungkan rumah yang mereka kunjungi buka rumah milik Tae Bum.


Soo Young menyetujui usul Tae Bum, tapi mereka harus pindah kemana? Tae Bum mengusulkan kalau mereka pindah ke apartemennya. Tapi Soo Young menolak karena tempat itu terlalu kecil dan masalah akan timbul jika Cha Gom akan lahir. Tae Bum berargumentasi walaupun tempat itu kecil, tapi tempat itu milik mereka sendiri.

Soo Young mengerti perasaan Tae Bum dan berjanji akan memikirkannya.


Ja Eun telah berdandan rapi dan menemui Tae Hee yang sedang menunggunya. Ia tersenyum ketika melihat Tae Hee menyambutnya dengan pakaian rapi.


Ja Eun memuji penampilan Tae Hee yang sangat keren. Tae Hee pun mengatakan kalau Ja Eun kelihatan cantik. Ja Eun sangat senang mendengarnya karena ini kali pertama Tae Hee memujinya cantik. Tae Hee heran, apakah ia belum pernah mengatakannya? Ja Eun menggeleng, dan ia pun mengakui kalau ia juga belum pernah memuji Tae Hee. Seharusnya mereka harus lebih ekspresif, kan?


Walaupun Tae Hee tampak keren, namun seperti yang dulu, ada satu yang kurang. Tae Hee masih belum memakai dasi.


Dimana dasinya? Tae Hee mengulurkan dasinya, meminta Ja Eun mengikat dasinya. Ja Eun mengoloknya karena sampai sekarang ia masih juga belum bisa memakai dasi sendiri.


Sama seperti di hari pernikahan Tae Bum, kali ini Ja Eun memakaikan dasi untuk Tae Hee. Setelah selesai, dengan mata berkaca-kaca Ja Eun memuji penampilan Tae Hee sekarang yang sudah keren.


Tapi menurut Tae Hee belum. Dengan pandangan berarti, ia berkata kalau ia ingin Ja Eun mengulang lagi ikatannya lagi. Ja Eun pun mematuhinya. Kali ini ia mengikatnya dengan lebih perlahan.

Sambil menunggu dasinya diikat lagi, Tae Hee berkata, “Ja Eun-ah .. Di perkebunan saat musim panas. Pada hari pernikahan kakakku, kau mengikatkan dasi untukku. Apakah kau ingat?”

“Tentu saja.”


“Saat itulah aku mulai menyukaimu. Ketika hatiku berdetak tak beraturan, saat itulah ruang kosong dalam hatiku mulai terisi olehmu.” 

“Bagiku, saat pertama kali aku menyukaimu adalah ketika kau yang mabuk, masuk ke dalam tenda. Tak adil. Berarti aku yang menyukaimu terlebih dulu,” masih bermain-main dengan dasinya, Ja Eun melanjutkan, “Apakah ada gadis lain yang pernah memakaikan dasi untukmu seperti sekarang ini?”

“Tidak. Kecuali ibuku, kaulah yang pertama kali.”
“Aku juga. Selain ayahku, kaulah pria pertama yang kupakaikan dasi. Dan mulai sekarang, aku Baek Ja Eun, tak akan pernah memakaikan dasi bagi pria lain. Sekarang dan selamanya.”


Ja Eun selesai mengikatkan dasi dan memuji penampilan Tae Hee sekarang. Tae Hee menunduk melihat karya Ja Eun, kemudian tersenyum dan mengacungkan jempolnya pada Ja Eun.


Mendadak Ja Eun mendekat dan mencium Tae Hee. Dengan malu-malu, Ja Eun berkata kalau ia ingin hidup lebih ekspresif sekarang.


Dibantu Dong Soo yang menjadi fotografer dadakan, mereka mengambil foto wisuda. Lengkap dengan toga dan bunga. Mula-mula Tae Hee dan Ja Eun berdiri malu-malu, tapi Dong Soo menyuruh Tae Hee untuk berdiri lebih dekat lagi. Tae Hee memeluk bahu Ja Eun.


Dong Soo: “Katakan Kimchi..”


Satu permintaan Ja Eun telah terpenuhi.


Mereka berjalan sambil berpegangan tangan melewati taman yang bersalju. Seperti anak kecil, mereka saling melempar salju dan saling menyiramkan serpihan salju seakan ada hujan.


Kencan mereka tak akan lengkap tanpa minuman yang selalu menyertai kebersamaan mereka. Kopi. Setelah membeli kopi, mereka menonton pertunjukkan musik di panggung terbuka.


Tiba-tiba Ja Eun pamit sebentar dan menghilang.


Untuk kemudian tampil di panggung itu. Tersenyum malu-malu, iapun bernyanyi. Tak lupa ia menyertakan gaya Tae Hee saat bernyanyi di pinggir jalan untuk menghiburnya (lagu katak)


Untuk makan malam mereka, Tae Hee mengajaknya makan di restoran mewah untuk merayakan saat wisuda Ja Eun. Tae Hee menyelamatinya dan bangga karena Ja Eun berhasil lulus tepat waktu padahal tahun terakhirnya penuh dengan masalah.


Ja Eun sebenarnya ingin cuti satu tahun. Tapi dengan ia diwisuda, ia sudah harus semakin bertanggungjawab. Saat kuliah dulu, jika mendapat suatu pekerjaan yang tak dapat ia lakukan, ia dapat bersembunyi dan mengatakan kalau ia tak mampu. Namun sekarang ia tak dapat melakukannya lagi.


Tae Hee membesarkan hatinya dengan berkata kalau sekarang ia sudah bekerja sebagai animator dan melakukannya dengan baik.

“Karena saat itu kau ada di sisiku.”
Mengingat hal itu Ja Eun menjadi sedih sehingga Tae Hee mengajaknya untuk langsung memesan makanan saja. Ja Eun menyetujuinya karena ia pun sudah merasa lapar.


Tapi rasa laparnya menghilang saat makanan disajikan. Ia kecewa tak memiliki selera makan lagi. Padahal selama ini, semua makanan yang pernah dibelikan oleh Tae Hee selalu disantapnya habis. Bubur manis yang mereka beli saat membeli buku, ramen di pantai, kimbab di toko semuanya sangat enak.


Tae Hee mengusulkan agar mereka berhenti makan karena ia pun juga tak lapar. Mereka akhirnya mengangkat gelas dan bersulang.


Tiba-tiba Ja Eun berkata kalau dulu Tae Hee pernah mengajaknya untuk bepergian bersama. Tapi sepertinya ia tak dapat menemani Tae Hee pergi.


Tae Hee hanya mengangguk dan mengiyakan.


Dan ia juga ingin menyampaikan sesuatu. Tapi kata-kata itu sulit untuk ia keluarkan. Ja Eun menyembunyikan tangannya untuk menyembunyikan kegelisahannya. Matanya mulai berkaca-kaca.


“Apakah aku yang mengatakannya?” kata Tae Hee mencoba membantunya.
“Tidak. Aku saja karena aku yang mengatakan kalau aku menyukaimu dulu maka aku yang mengatakannya,”


Ja Eun berhenti sejenak untuk menahan air matanya dan melanjutkan. “Benar, aku ingin berpisah denganmu. Dulu kita pernah berjanji kalau ingin pergi, maka kita harus mengatakannya. Sekarang aku akan mengatakannya. Kurasa aku sudah bosan padamu. Kurasa aku tak dapat menemuimu lagi. Mari kita berpisah sekarang.”


Ja Eun tak dapat menahan air matanya. Begitu pula Tae Hee, tapi ia tetap menyetujuinya. Ja Eun memastikan kalau Tae Hee pasti dapat hidup dengan baik setelah ini. Tae Hee pun menanyakan hal yang sama.


Ja Eun berjanji akan melakukannya jika Tae Hee juga melakukannya. Ia sudah terbiasa dengan perpisahan. Pembantu yang sering keluar masuk, ibu tiri yang juga keluar masuk dari kehidupannya dan ayahnya juga sempat meninggalkannya.



Janji Tae Hee yang akan hidup dengan baik membuat Ja Eun lega. Tae Hee yang ia kenal selalu menepati janjinya.


Ja Eun ingin mengatakan penyebab perpisahan ini karena ayahnya, tapi Tae Hee tak mau dengar, “Aku berpisah denganmu bukan karena itu, tapi karena..”


Tae Hee tak dapat melanjutkan kata-katanya, sehingga Ja Eun yang berkata. Ia menghapus airmata yang mengalir di pipinya dan dengan tersenyum ia mengatakan, “Aku yang ingin berpisah denganmu, bukan kau yang ingin berpisah, Paman.”


Ja Eun menangkupkan tangannya yang sudah tak bercincin ke atas meja dan berkata, “Jika tak ada hal lain yang ingin kau ucapkan, aku akan pergi sekarang. Selamat tinggal, Paman.”


Ia beranjak pergi meninggalkan Tae Hee yang masih belum dapat menguasai dirinya. Air mata yang sedari tadi ia tahan akhirnya turun setelah Ja Eun tak ada di hadapannya lagi. Dan tangisnya semakin pecah melihat cincin pertunangan yang ia berikan pada Ja Eun tergeletak di atas meja.


Tae Hee berlari keluar restoran dan mencari Ja Eun. Tapi Ja Eun tak ketemu. Ia berlari kesana kemari, panik mencarinya, hingga ia melihat Ja Eun yang sedang berdiri mematung.


Ja Eun berlari menghampiri Tae Hee dan mengatakan kalau ia mencintainya. Ia akan mencintainya. “Sampai ingatanku terlepas dan aku tak mampu mengingat lagi, aku akan tetap mencintaimu. Kau memberiku banyak kasih sayang.  Karenamu aku merasa bahagia. Jika Tuhan mengijinkan.. Aku mencintaimu, Paman.”


Tae Hee menangis mendengar pengakuan Ja Eun. Ia minta maaf tak mampu melindungi Ja Eun, padahal Ja Eun telah menyelamatkannya. Ia berjanji mulai sekarang akan belajar dan tak akan membiarkan orang lain mengikatkan dasinya.

“Alasan aku melepaskanmu .. karena aku mencintaimu.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar