Ibu sedang
 menyiapkan makan malam, dan menyuruh Tae Shik dan Tae Pil makan dahulu 
karena ayah sedang pergi keluar. Tae Pil yang mempunyai dugaan akan 
kepergian ayah bertanya apakah ayah yang mengemasi barang-barang Ja Eun 
dan pergi menemuinya? Ia merasa kalau mereka seperti mengusirnya pergi. 
Ibu mengatakan kalau ayah terpaksa melakukan ini karena khawatir nenek 
kebetulan bertemu Ja Eun jika Ja Eun pulang ke rumah. 
Ayah pulang ke
 rumah dan mengatakan pada mereka kalau ia sudah mengatakan dan 
mengakhiri semuanya. Tae Pil ingin tahu apa yang dikatakan ayah pada Ja 
Eun. Ayah berkata kalau keluarga Hwang akan pindah dari perkebunan dan 
Ja Eun harus pergi untuk sementara waktu. Ja Eun menyanggupi juga akan 
memutuskan Tae Hee . Dan karena Tae Hee juga berkata akan memutuskan Ja 
Eun, berarti semua dapat diselesaikan segera. Ayah juga melarang 
menyebut Ja Eun di depan Tae Hee dan Nenek.
Tae Pil 
menyuarakan keberatannya kalau Ja Eun dan Tae Hee berpisah. Apakah bisa 
jika mereka tetap bertemu walau tak akan menikah? Kecelakaan itu bukan 
salah mereka berdua dan sangat menyedihkan jika mereka harus berpisah 
seperti ini..
“Anak kurang 
ajar! Apakah itu masuk akal? Walaupun kau tak mengenal wajahnya, tapi ia
 tetap pamanmu, tahu! Ayah Ja Eun yang membunuh pamanmu!”
Ibu meminta ayah mengecilkan suaranya, takut Nenek mendengar  percakapan ini. Tae Shik mencoba menenangkan ayah kalau Tae Pil hanya merasa kasihan pada Ja Eun, maka ia berkata seperti itu.
Setelah nenek 
sadar, akal sehatnya pun juga kembali. Nenek bertanya pada ibu yang 
datang membawa makan malam untuknya. Apakah ini alasan sebenarnya Ibu 
menentang pernikahan Tae Hee? Sampai kapan ibu berencana akan 
menyembunyikan masalah ini darinya? 
Sambil terus menunduk, ibu minta maaf dan menjelaskan kalau ia takut nenek akan pingsan jika nenek mengetahui hal ini. 
Nenek tak 
peduli, walaupun ia pingsan bahkan meninggalpun, ia seharusnya 
diberitahu. Ia sekarang merasa berdosa karena ketidaktahuannya, ia 
tinggal di perkebunan milik keluarga pembunuh itu selama 10 tahun. Maka 
ia harus memisahkan Ja Eun dan Tae Hee agar ia dapat  tenang meninggalkan dunia dan meminta maaf pada putranya. Apakah Ja Eun juga sudah mengetahuinya?
Wajah nenek 
sedikit berubah saat ibu mengatakan kalau Ja Eun sudah tahu. Ibu 
menceritakan apa yang telah dilakukan oleh Ayah pada Ja Eun dan rencana 
ayah untuk pindah dari tempat ini. Nenek berkata kalau hal ini sudah 
sewajarnya terjadi. 
Tae Hee 
menemui atasannya dan mengatakan kalau ia akan meneruskan kasus sogokan 
di unversitas dan membuktikan kalau Profesor Seo memang terlibat. Dan 
karena Baek In Ho ternyata masih hidup, maka Tae Hee akan menjadikannya 
sebagai saksi. Dong Soo memandang atasannya dan dengan nada menggoda ia 
meminta atasannya untuk bekerja keras atas kasus ini.
Tae Hee 
memulai lagi kasus ini, dengan dibantu anggota timnya mereka meneliti 
satu per satu bukti yang dapat digunakan. Kepala polisi datang ke 
ruangan mereka dan meminta semua orang untuk pergi selain Tae Hee.
Setelah 
berdua, ia marah pada Tae Hee. Apakah Tae Hee sudah lupa akan ancamannya
 ia akan mengungkapkan segala kebenaran pada Ja Eun? Tapi kali ini Tae 
Hee tak bergeming. Ia menyuruh Kepala Polisi untuk mengungkapkan saja 
hal itu pada Ja Eun.
Sambil 
menggebrak meja Tae Hee mengancamnya, “Kali ini aku akan menelanjangimu 
sehingga kau tak akan menjadi parasit lagi bagi lembaga Kepolisian. Aku 
akan menemukan kembali buku besar yang dulu pernah hilang dan jika perlu
 aku akan mengejarmu sampai neraka dan menyeretmu keluar agar semua 
orang dapat melihat betapa busuknya dirimu. Tunggu saja.”
Kepala polisi 
tak menunda-nunda waktu. Ia mencari Baek In Ho dan mulai melancarkan 
ancamannya untuk memberitahukan segalanya pada Ja Eun. Betapa kagetnya 
ia mendengar kalau Ja Eun sudah mengetahui semuanya dan ancamannya sudah
 menjadi ancaman basi.
Mi Seok 
bingung bagaimana menyampaikan kabar pernikahannya pada Ha Na. 
Bolak-balik ia memanggil Ha Na tapi kata-kata itu juga terucap, malah 
membuat Ha Na kesal. Akhirnya Mi Seok memberanikan diri mengatakannya. 
Tanpa diduga Ha Na malah menyambut berita itu dengan gembira. Selama ini
 ia khawatir kalau keberadaannya menjadi beban sehingga Mi Seok tak 
dapat menikah.
Mi Seok 
tersenyum dan mengatakan kalau ia telat menikah bukan karena Ha Na, tapi
 karena ia punya standar yang tinggi. Ha Na senang mendengarnya walaupun
 bingung karena biasanya orang yang dilamar pasti memakai cincin, tapi 
tidak halnya dengan Mi Seok.
Tanggapan Gook
 Soo ternyata berbeda dengan Ha Na. Ia malah menanyakan bagaimana dengan
 ibunya di Philipina? Tae Shik sedikit tak nyaman dengan pertanyaan itu.
 Ia tak dapat menjelaskan kalau ibunya sudah meninggal, jadi ia 
mengatakan kalau hubungannya dengan ibu Gook Soo sudah berakhir 
bertahun-tahun yang lalu. Gook Soo ingin mengatakan sesuatu, tapi ada 
telepon dari Mi Seok membuat Tae Shik menghentikan percakapannya dengan 
Gook Soo.
Ayah yang 
sudah ada di rumah kaget melihat Ja Eun pulang membawa koper-kopernya. 
Ja Eun menceritakan pertemuannya dengan Papa Hwang dan meminta pada 
ayahnya agar perkebunan itu diberikan saja pada keluarga Hwang. Ayah 
setuju, dan menanyakan tentang hubungannya dengan Tae Hee. Tanpa 
ekspresi Ja Eun menjawab kalau mereka akan putus.
Ayah menyesal dan minta maaf karena ia kembali maka semua ini harus terjadi. Ia  seharusnya memang mati saja saat kecelakaan di laut. Kali ini Ja Eun hanya terdiam tak menenangkan ayahnya.
Begitu pula 
Tae Hee. Ia melampiaskan kemarahannya di arena baseball, memukul setiap 
bola sekuat tenaga, membuat khawatir Dong Soo yang melihatnya. 
Ia tak pulang ke rumah, tinggal di kantor polisi. Menunggui waktu, seakan tak ingin esok datang dengan segera.
Pagi harinya 
saat sarapan, nenek menanyakan tentang Tae Hee yang tak pulang. Ayah 
beralasan kalau Tae Hee lembur di kantor. Nenek juga bertanya tentang 
kemungkinan Baek In Ho diseret ke pengadilan untuk 
mempertanggungjawabkan perbuatannya. Menurut Ayah hal itu tak mungkin 
karena batas pengajuan perkara sudah habis maka Baek In Ho tak dapat 
dijerat hukum.
Nenek tak tahu
 tentang hal ini, tapi meminta ayah untuk mencoba mencari tahu apakah 
ada cara lain untuk menyeretnya. Ayah berjanji untuk mencari tahu.
Tae Shik 
mencoba menyegarkan suasana dengan memberitahukan kalau ia akan pindah 
kerja ke rumah sakit lain. Ibu dan ayah sangat gembira mendengar hal 
itu, tapi nenek seolah tak mendengarkannya. Ia hanya termenung walaupun 
Tae Shik mengatakan kalau rumah sakitnya ini jauh lebih besar dari 
tempatnya bekerja. 
Akhirnya Tae Shik mencoba membuat nenek tertarik dengan mengatakan kalau ia juga memiliki satu kabar lagi namun akan ia katakan nanti. Nenek tetap termenung.
Ibu ingin tahu kabar apa itu, tapi Tae Shik mengisyaratkan nanti karena nenek sedang bersedih. Ibu mengerti.
Akhirnya Tae Shik mencoba membuat nenek tertarik dengan mengatakan kalau ia juga memiliki satu kabar lagi namun akan ia katakan nanti. Nenek tetap termenung.
Ibu ingin tahu kabar apa itu, tapi Tae Shik mengisyaratkan nanti karena nenek sedang bersedih. Ibu mengerti.
Karena memperhatikan nenek, Tae Shik tak memperhatikan Gook Soo yang terdiam mendengar pengumuman itu.
Soo Young dan Tae Bum sedang mengedit hasil reportase, dan Soo Young memberi ide-ide agar reportase itu terlihat lebih menarik. 
Tapi Tae Bum hanya diam, tersenyum dan memandangi Soo Young dengan penuh cinta. Ia menyetujui semua ide Soo Young, dan mengajaknya beristirahat. Ia mulai mengecup pipi Soo Young, membuat Soo Young salah tingkah (tapi tak menolak).
Tapi Tae Bum hanya diam, tersenyum dan memandangi Soo Young dengan penuh cinta. Ia menyetujui semua ide Soo Young, dan mengajaknya beristirahat. Ia mulai mengecup pipi Soo Young, membuat Soo Young salah tingkah (tapi tak menolak).
Namun ada 
interupsi yang membuat Tae Bum terjatuh dari kursinya. Rekan kerja pria 
Tae Bum menyindir kalau sekarang mereka melakukan kemesraan di 
mana-mana. Untung  bawahan Soo Young membela mereka karena toh mereka 
adalah pasangan yang baru menikah. Jadi sebaiknya mereka yang pergi ke 
tempat lain, dan ia mengajak  untuk membeli kopi saja.
Satu rintangan telah pergi. Mereka saling melempar  senyum
 dan berpelukan. Tae Bum ingin jam kantor segera berakhir agar mereka 
cepat segera pulang. Pintu ruangan terbuka lagi, dan Tae Bum yang 
menyangka kalau temannya datang menggoda mereka lagi dan tanpa melihat 
langsung mengusirnya pergi.
Pak Kepala Bagian melihat dengan senyum-senyum dan malah menyuruh mereka meneruskan karena mereka tampak mesra.
Seluruh 
anggota tim Manager Gong makan siang bersama Pak Kepala Bagian. Pak 
Kepala Bagian marah karena tak mengundang mereka saat pesta syukuran 
rumah, padahal berkat dialah Soo Young dan Tae Bum berbaikan. Tae Bum 
minta maaf dan berjanji untuk mentraktirnya.
Pak Kepala 
Bagian bertanya apa yang mereka lakukan, yang langsung dijawab oleh 
salah satu teman kalau mereka memainkan permainan. Pak Kepala Bagian 
suka dengan hal itu dan memberikan ide : bagaimana jika mereka sekarang 
memainkan permainan anak-anak sambil menunggu makanan datang.
Semuanya agak 
ragu dengan ide itu, karena permainan yang disarankan adalah permainan 
Yaja. Yaitu semua orang bebas menggunakan bahasa banmal (bahasa yang 
tidak formal) dan memanggil tanpa jabatan atau gelar (Seperti Manager 
Gong, Reporter Hwang, Ketua tim Cha, dll). Pak Kepala Bagian meminta 
Manager Gong untuk memulainya. Melihat Manager Gong masih tetap ragu, 
sehingga Pak Kepala Bagian dan mulai marah padanya.
Semuanya 
kaget, tapi Pak Kepala Bagian malah terkekeh kegirangan dan berkata 
apakah sekarang sudah dimulai? Manager Gong pun meneruskan, “Kau 
sekarang malah ketawa, dasar orang ini!”
Tae Bum langsung menyela, “Kau yang bersuara lebih keras. Kenapa lihat-lihat? Ayo berbalik, kau duduk berbalik!”
Tae Bum langsung menyela, “Kau yang bersuara lebih keras. Kenapa lihat-lihat? Ayo berbalik, kau duduk berbalik!”
Manager Gong 
kaget mendengar perintah Tae Bum yang menghukumnya seperti anak kecil. 
Tapi akhirnya ia tetap berbalik dan memeluk punggung kursi. Tawa Pak 
Kepala Bagian semakin keras.
Bawahan Soo 
Young berbisik sambil tersenyum jahil pada rekan kerja prianya. Ia 
kemudian menghardik Tae Bum, “Yaa Hwang Tae Bum! Kau kelihatan keren 
sekali. Mertuamu yang memilihkan bajumu hari ini?”
Tae Bum 
mendelik, karena setelah itu serangan bertubi-tubi mengarah padanya yang
 mengatakan kalau mungkin celana dalamnya pun dipilihkan. Semua tertawa 
mendengar ejekan itu, termasuk Manager Gong dan Pak Kepala Bagian.
Dan Soo Young 
pun menyelamatkannya dengan menghardik Pak Kepala Bagian dengan 
memanggil namanya tanpa jabatan apapun. “Kau benar-benar tak sopan pada 
seniormu, ya!” 
Pak Kepala Bagian terkekeh mendengarnya, begitu pula Manager Gong. Soo Young pun menghukum Pak Kepala Bagian untuk berbalik dan duduk membelakangi mereka.
Kali ini semua orang tak dapat menutupi tawa mereka melihat Pak Kepala Bagian mendapat hukuman yang sama dengan Manager Gong.
Pak Kepala Bagian terkekeh mendengarnya, begitu pula Manager Gong. Soo Young pun menghukum Pak Kepala Bagian untuk berbalik dan duduk membelakangi mereka.
Kali ini semua orang tak dapat menutupi tawa mereka melihat Pak Kepala Bagian mendapat hukuman yang sama dengan Manager Gong.
Eun Joo, teman
 Yoo Eul dari temu alumni datang mengunjungi Yoo Eul untuk melihat-lihat
 toko mereka dan memuji Yoo Eul yang dapat memiliki toko sebesar ini. 
Namun ia kaget melihat Tae Pil ada di toko itu bekerja sebagai karyawan pula. Buru-buru Yoo Eul mengajak Eun Joo untuk berbicara di tempat terpisah.
Namun ia kaget melihat Tae Pil ada di toko itu bekerja sebagai karyawan pula. Buru-buru Yoo Eul mengajak Eun Joo untuk berbicara di tempat terpisah.
Rasa ingin 
tahu Eun Joo tak pernah berhenti bertanya tentang Tae Pil walau Yoo Eul 
mencoba mengalihkan perhatiannya dengan meminta Eun Joo menceritakan 
anak-anaknya. Akhirnya Eun Joo pamit dengan mewanti-wanti Yoo Eul agar 
kejadian ini tak dilihat oleh temannya yang lain. Ia mengerti kalau Yoo 
Eul mungkin hanya ingin main-main dan tak serius dengan Tae Pil. Tapi 
mungkin orang lain tak melihatnya seperti itu. Mereka akan menghina Yoo 
Eul karena menggoda pria yang lebih muda dengan menawarkan uang.
Tae Pil yang 
sempat melihat Eun Joo bertanya pada Yoo Eul saat makan siang. Apakah 
ada orang, selain mantan suaminya, yang dibenci oleh Yoo Eul? Dengan 
polos Yoo Eul mengaku tak punya. 
Tae Pil kagum sekaligus heran padanya. Bagaimana mungkin Yoo Eul tak memiliki orang yang ia benci, sementara dirinya memiliki banyak sekali, seperti wali kelasnya saat SMAnya yang selalu membandingkannya dengan Tae Hee, mantan pacarnya, seniornya saat wamil dan beberapa lain hingga genap sampai sembilan orang.
Tae Pil kagum sekaligus heran padanya. Bagaimana mungkin Yoo Eul tak memiliki orang yang ia benci, sementara dirinya memiliki banyak sekali, seperti wali kelasnya saat SMAnya yang selalu membandingkannya dengan Tae Hee, mantan pacarnya, seniornya saat wamil dan beberapa lain hingga genap sampai sembilan orang.
Yoo Eul malah 
tertarik dengan cerita guru SMA yang selalu membandingkannya dengan Tae 
Hee. Tae Pil kemudian bercerita kalau di SMA bukannya dipanggil dengan 
Tae Pil, tapi ia selalu dipanggil dengan Adik Hwang Tae Hee. Setiap ia 
naik kelas, sapaan pertama adalah ‘Ah.. kau ini adik Hwang Tae Hee, ya. 
Berusahalah agar seperti kakakmu, ya.”
Yoo Eul 
tertawa mendengar gerutuan Tae Pil, tapi Tae Pil menyuruh Yoo Eul 
berhenti tertawa karena kenyataannya tak selucu yang dibayangkan Yoo 
Eul. Yoo Eul akhirnya berhenti tertawa namun kembali berkata, “Ayo 
habiskan makanannya, Adik Hwang Tae Hee,”membuat Tae Pil semakin kesal 
dan Yoo Eul pun kembali tertawa.
Namun Yoo Eul 
kembali teringat ucapan Eun Joo yang mengatakan dirinya menggoda pria 
yang lebih muda dengan uang, dan saat itu juga moodnya menjadi jelek.
Tak disangka, 
Ibu Soo Young melanjutkan niatnya untuk membelikan baju untuk 
menantunya. Ia mengajak Tae Bum untuk berbelanja jas, sepatu dan yang 
lainnya.
Seperti film 
Pretty Woman, namun sekarang berkebalikan, Tae Bum tercengang melihat 
jas yang harganya 2,9 juta won (sekitar 29 juta rupiah!) dan ibu tenang 
dan duduk manis melihat peragaan busana yang dilakukan oleh Tae Bum.
Sesampainya di
 rumah, Tae Bum membawa tas belanjaan yang bejibun dan ia tak merasa 
senang mendapatkannya. Seperti pertama kalinya melihat rumahnya sendiri,
 ia menatap vas bunga, lukisan yang tergantung di dinding bahkan 
foto-foto keluarga yang kebanyakan diisi oleh foto keluarga Soo Young, 
dan ia menyadari sesuatu.
Soo Young yang
 sudah pulang terlebih dahulu, keluar kamar dan melihat tas-tas 
belanjaan yang dibawa oleh Tae Bum. Ia mengatakan kalau ibu keterlaluan 
karena membelikan baju begitu banyak untuk menantunya.
Tae Bum 
meminta Soo Young duduk karena ingin mengatakan sesuatu. Bagaimana jika 
mereka hidup terpisah dari orang tua Soo Young?Ia mengajak Soo Young 
untuk pindah dan mencari rumah sendiri. Soo Young heran, mengapa 
tiba-tiba Tae Bum meminta hal ini. 
Karena 
pernikahan yang mereka jalani kali ini bukan pernikahan kontrak seperti 
sebelumnya. Sebelumnya ia pernah tak memikirkannya. Tapi karena sekarang
 mereka benar-benar menikah, ia ingin mereka tinggal di rumah mereka 
sendiri. 
Soo Young menduga kalau perubahan sikap Tae Bum ini karena ibunya, tapi Tae Bum membantahnya. Ia ingin pindah karena rumah yang ia tinggali seperti bukan rumah mereka tapi rumah orang tua Soo Young. Dan Tae Bum belum pernah sekalipun mengundang orang tuanya. Orang tuanya juga tak pernah sekalipun menanyakan kapan mereka boleh mengunjunginya karena sungkan rumah yang mereka kunjungi buka rumah milik Tae Bum.
Soo Young menduga kalau perubahan sikap Tae Bum ini karena ibunya, tapi Tae Bum membantahnya. Ia ingin pindah karena rumah yang ia tinggali seperti bukan rumah mereka tapi rumah orang tua Soo Young. Dan Tae Bum belum pernah sekalipun mengundang orang tuanya. Orang tuanya juga tak pernah sekalipun menanyakan kapan mereka boleh mengunjunginya karena sungkan rumah yang mereka kunjungi buka rumah milik Tae Bum.
Soo Young 
menyetujui usul Tae Bum, tapi mereka harus pindah kemana? Tae Bum 
mengusulkan kalau mereka pindah ke apartemennya. Tapi Soo Young menolak 
karena tempat itu terlalu kecil dan masalah akan timbul jika Cha Gom 
akan lahir. Tae Bum berargumentasi walaupun tempat itu kecil, tapi 
tempat itu milik mereka sendiri. 
Ja Eun telah 
berdandan rapi dan menemui Tae Hee yang sedang menunggunya. Ia tersenyum
 ketika melihat Tae Hee menyambutnya dengan pakaian rapi.
Ja Eun memuji 
penampilan Tae Hee yang sangat keren. Tae Hee pun mengatakan kalau Ja 
Eun kelihatan cantik. Ja Eun sangat senang mendengarnya karena ini kali 
pertama Tae Hee memujinya cantik. Tae Hee heran, apakah ia belum pernah 
mengatakannya? Ja Eun menggeleng, dan ia pun mengakui kalau ia juga 
belum pernah memuji Tae Hee. Seharusnya mereka harus lebih ekspresif, 
kan?
Walaupun Tae Hee tampak keren, namun seperti yang dulu, ada satu yang kurang. Tae Hee masih belum memakai dasi.
Dimana 
dasinya? Tae Hee mengulurkan dasinya, meminta Ja Eun mengikat dasinya. 
Ja Eun mengoloknya karena sampai sekarang ia masih juga belum bisa 
memakai dasi sendiri.
Sama seperti 
di hari pernikahan Tae Bum, kali ini Ja Eun memakaikan dasi untuk Tae 
Hee. Setelah selesai, dengan mata berkaca-kaca Ja Eun memuji penampilan 
Tae Hee sekarang yang sudah keren.
Tapi menurut 
Tae Hee belum. Dengan pandangan berarti, ia berkata kalau ia ingin Ja 
Eun mengulang lagi ikatannya lagi. Ja Eun pun mematuhinya. Kali ini ia 
mengikatnya dengan lebih perlahan.
Sambil 
menunggu dasinya diikat lagi, Tae Hee berkata, “Ja Eun-ah .. Di 
perkebunan saat musim panas. Pada hari pernikahan kakakku, kau 
mengikatkan dasi untukku. Apakah kau ingat?”
“Tentu saja.”
“Saat itulah aku mulai menyukaimu. Ketika hatiku berdetak tak beraturan, saat itulah ruang kosong dalam hatiku mulai terisi olehmu.”
“Saat itulah aku mulai menyukaimu. Ketika hatiku berdetak tak beraturan, saat itulah ruang kosong dalam hatiku mulai terisi olehmu.”
“Bagiku, saat 
pertama kali aku menyukaimu adalah ketika kau yang mabuk, masuk ke dalam
 tenda. Tak adil. Berarti aku yang menyukaimu terlebih dulu,” masih 
bermain-main dengan dasinya, Ja Eun melanjutkan, “Apakah ada gadis lain 
yang pernah memakaikan dasi untukmu seperti sekarang ini?”
| “Tidak. Kecuali ibuku, kaulah yang pertama kali.” | 
| “Aku juga. Selain ayahku, kaulah pria pertama yang kupakaikan dasi. Dan mulai sekarang, aku Baek Ja Eun, tak akan pernah memakaikan dasi bagi pria lain. Sekarang dan selamanya.” | 
Ja Eun selesai
 mengikatkan dasi dan memuji penampilan Tae Hee sekarang. Tae Hee 
menunduk melihat karya Ja Eun, kemudian tersenyum dan mengacungkan 
jempolnya pada Ja Eun.
Mendadak Ja Eun mendekat dan mencium Tae Hee. Dengan malu-malu, Ja Eun berkata kalau ia ingin hidup lebih ekspresif sekarang.
Dibantu Dong 
Soo yang menjadi fotografer dadakan, mereka mengambil foto wisuda. 
Lengkap dengan toga dan bunga. Mula-mula Tae Hee dan Ja Eun berdiri 
malu-malu, tapi Dong Soo menyuruh Tae Hee untuk berdiri lebih dekat 
lagi. Tae Hee memeluk bahu Ja Eun.
Mereka 
berjalan sambil berpegangan tangan melewati taman yang bersalju. Seperti
 anak kecil, mereka saling melempar salju dan saling menyiramkan 
serpihan salju seakan ada hujan. 
Kencan mereka 
tak akan lengkap tanpa minuman yang selalu menyertai kebersamaan mereka.
 Kopi. Setelah membeli kopi, mereka menonton pertunjukkan musik di 
panggung terbuka.
Untuk kemudian
 tampil di panggung itu. Tersenyum malu-malu, iapun bernyanyi. Tak lupa 
ia menyertakan gaya Tae Hee saat bernyanyi di pinggir jalan untuk 
menghiburnya (lagu katak)
Untuk makan 
malam mereka, Tae Hee mengajaknya makan di restoran mewah untuk 
merayakan saat wisuda Ja Eun. Tae Hee menyelamatinya dan bangga karena 
Ja Eun berhasil lulus tepat waktu padahal tahun terakhirnya penuh dengan
 masalah. 
Ja Eun 
sebenarnya ingin cuti satu tahun. Tapi dengan ia diwisuda, ia sudah 
harus semakin bertanggungjawab. Saat kuliah dulu, jika mendapat suatu 
pekerjaan yang tak dapat ia lakukan, ia dapat bersembunyi dan mengatakan
 kalau ia tak mampu. Namun sekarang ia tak dapat melakukannya lagi.
Tae Hee membesarkan hatinya dengan berkata kalau sekarang ia sudah bekerja sebagai animator dan melakukannya dengan baik. 
| “Karena saat itu kau ada di sisiku.” | 
Tapi rasa 
laparnya menghilang saat makanan disajikan. Ia kecewa tak memiliki 
selera makan lagi. Padahal selama ini, semua makanan yang pernah 
dibelikan oleh Tae Hee selalu disantapnya habis. Bubur manis yang mereka
 beli saat membeli buku, ramen di pantai, kimbab di toko semuanya sangat
 enak.
Tae Hee mengusulkan agar mereka berhenti makan karena ia pun juga tak lapar. Mereka akhirnya mengangkat gelas dan bersulang. 
Tiba-tiba Ja 
Eun berkata kalau dulu Tae Hee pernah mengajaknya untuk bepergian 
bersama. Tapi sepertinya ia tak dapat menemani Tae Hee pergi.
Dan ia juga 
ingin menyampaikan sesuatu. Tapi kata-kata itu sulit untuk ia keluarkan.
 Ja Eun menyembunyikan tangannya untuk menyembunyikan kegelisahannya. 
Matanya mulai berkaca-kaca.
“Apakah aku yang mengatakannya?” kata Tae Hee mencoba membantunya.
“Tidak. Aku saja karena aku yang mengatakan kalau aku menyukaimu dulu maka aku yang mengatakannya,” 
Ja Eun berhenti sejenak untuk menahan air matanya dan melanjutkan. “Benar, aku ingin berpisah denganmu. Dulu kita pernah berjanji kalau ingin pergi, maka kita harus mengatakannya. Sekarang aku akan mengatakannya. Kurasa aku sudah bosan padamu. Kurasa aku tak dapat menemuimu lagi. Mari kita berpisah sekarang.”
Ja Eun berhenti sejenak untuk menahan air matanya dan melanjutkan. “Benar, aku ingin berpisah denganmu. Dulu kita pernah berjanji kalau ingin pergi, maka kita harus mengatakannya. Sekarang aku akan mengatakannya. Kurasa aku sudah bosan padamu. Kurasa aku tak dapat menemuimu lagi. Mari kita berpisah sekarang.”
Ja Eun tak 
dapat menahan air matanya. Begitu pula Tae Hee, tapi ia tetap 
menyetujuinya. Ja Eun memastikan kalau Tae Hee pasti dapat hidup dengan 
baik setelah ini. Tae Hee pun menanyakan hal yang sama. 
Ja Eun 
berjanji akan melakukannya jika Tae Hee juga melakukannya. Ia sudah 
terbiasa dengan perpisahan. Pembantu yang sering keluar masuk, ibu tiri 
yang juga keluar masuk dari kehidupannya dan ayahnya juga sempat 
meninggalkannya. 
Janji Tae Hee yang akan hidup dengan baik membuat Ja Eun lega. Tae Hee yang ia kenal selalu menepati janjinya.
Janji Tae Hee yang akan hidup dengan baik membuat Ja Eun lega. Tae Hee yang ia kenal selalu menepati janjinya.
Ja Eun ingin 
mengatakan penyebab perpisahan ini karena ayahnya, tapi Tae Hee tak mau 
dengar, “Aku berpisah denganmu bukan karena itu, tapi karena..” 
Tae Hee tak 
dapat melanjutkan kata-katanya, sehingga Ja Eun yang berkata. Ia 
menghapus airmata yang mengalir di pipinya dan dengan tersenyum ia 
mengatakan, “Aku yang ingin berpisah denganmu, bukan kau yang ingin 
berpisah, Paman.”
Ja Eun 
menangkupkan tangannya yang sudah tak bercincin ke atas meja dan 
berkata, “Jika tak ada hal lain yang ingin kau ucapkan, aku akan pergi 
sekarang. Selamat tinggal, Paman.”
Ia beranjak 
pergi meninggalkan Tae Hee yang masih belum dapat menguasai dirinya. Air
 mata yang sedari tadi ia tahan akhirnya turun setelah Ja Eun tak ada di
 hadapannya lagi. Dan tangisnya semakin pecah melihat cincin pertunangan
 yang ia berikan pada Ja Eun tergeletak di atas meja.
Tae Hee 
berlari keluar restoran dan mencari Ja Eun. Tapi Ja Eun tak ketemu. Ia 
berlari kesana kemari, panik mencarinya, hingga ia melihat Ja Eun yang 
sedang berdiri mematung.
Ja Eun berlari
 menghampiri Tae Hee dan mengatakan kalau ia mencintainya. Ia akan 
mencintainya. “Sampai ingatanku terlepas dan aku tak mampu mengingat 
lagi, aku akan tetap mencintaimu. Kau memberiku banyak kasih sayang.  Karenamu aku merasa bahagia. Jika Tuhan mengijinkan.. Aku mencintaimu, Paman.”
Tae Hee 
menangis mendengar pengakuan Ja Eun. Ia minta maaf tak mampu melindungi 
Ja Eun, padahal Ja Eun telah menyelamatkannya. Ia berjanji mulai 
sekarang akan belajar dan tak akan membiarkan orang lain mengikatkan 
dasinya. 
| “Alasan aku melepaskanmu .. karena aku mencintaimu.” | 
 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar