Senin, 30 Januari 2012

Sinopsis Ojakkyo Brothers Episode 50

Sinopsis Ojakgyo Brothers Episode 50



Ayah yang masih menyumpahi In Ho agar mati saat ini juga, mendadak terdiam karena ada suara dari pintu,

Ja Eun : “Paman, apakah yang Paman katakan benar? Apakah benar Ayah yang membunuh adik Paman?”




Ayah tak menjawab, Ja Eun pun bertanya pada ayahnya. Apakah yang dikatakan Ayah Tae Hee itu benar? Ayah Ja Eun tak menjawab, malah meminta maaf pada Ja Eun, menguatkan apa yang baru saja Ja Eun dengar.


Ia menangis, menyadari semua yang telah terjadi. Ayah Ja Eun memohon ampun dan meminta Ayah Tae Hee untuk membunuhnya saja.


Tapi Ayah Tae Hee tak mau melakukan itu. Harusnya menangis dan memohon ampun dilakukan 26 tahun yang lalu, bukannya sekarang. Walaupun itu sebuah kecelakaan, tapi seharusnya Baek In Ho datang menemui mereka.


“Hari ini aku masih menahan diriku karena putrimu. Karena kau membesarkan Ja Eun dengan sangat baik, aku akan sabar. Tapi jangan pernah muncul di hadapanku lagi. Karena aku tak tahu apa yang akan kulakukan jika hal itu terjadi. Mengerti?”


Ayah Tae Hee meninggalkan mereka di gudang. Ja Eun terduduk lemas, menangis dan menyadari semua yang telah terjadi. Tae Hee hanya dapat berdiri di sisinya, ingin menyentuhnya. Tak terasa ia pun menangis.


Nenek menyuruh ibu untuk minggir karena ia akan keluar rumah. Ia ingin tahu mengapa anaknya dan Baek In Ho pergi ke gudang. Pasti ada sesuatu yang tak beres.


Ibu berkilah kalau itu hanya masalah pria. Tapi Nenek bukan orang tua yang bodoh, ia tahu ada yang tak beres.


Untung ayah masuk sehingga nenek tak jadi keluar. Tapi ayah pun enggan menerangkan apa yang baru saja terjadi. Ia hanya menjelaskan kalau ia marah pada In Ho. Tapi Nenek tak dapat dibohongi. Mengapa In Ho meminta Nenek untuk membunuhnya? Kalau ayah tak menjawab, maka Nenek akan keluar menemui In Ho sekarang. Ayah menghalangi Nenek tapi juga tak menjawab, sampai membuat Nenek marah. Nenek tetap memaksa untuk keluar.

“Ia pelakunya! Baek In Ho adalah orang yang menabrak dan lari saat itu!”
Nenek terkejut. Apa? Baek In Ho yang menabrak anaknya? Ayah mengulang perkataannya lagi. Tapi Nenek mematung, tak menjawab apapun. Ayah meminta maaf karena hal ini, ia benar-benar minta maaf.


Nenek tak mendengar kata-kata ayah lagi karena ia pingsan mendengarnya.


Tae Hee tak tahan melihat kesedihan Ja Eun. Ia mengangkat lengan Ja Eun, memintanya bangun. Tapi Ja Eun yang masih menangis tak mendengar perintah Tae Hee. Ia malah bertanya apakah Tae Hee sudah mengetahui hal ini? Tae Hee memalingkan muka, tak menjawab. Ja Eun bertanya lagi, sejak kapan Tae Hee mengetahuinya? Tae Hee tetap terdiam, tak tega menjawab.


Dari kejauhan terdengar sirena ambulan, dan yang pertama menyadari adalah ayah Ja Eun. Ia berkata sepertinya suara itu dari arah rumah Tae Hee.


Tae Hee yang menyadari apa yang mungkin terjadi, langsung lari diikuti Ja Eun dan ayahnya.


Ternyata ambulans datang untuk membawa Nenek. Tae Hee bertanya pada ibu, mengapa nenek bisa pingsan? Sambil menangis ibu menjawab kalau nenek terkejut mendengar siapa pembunuh ayah kandung Tae Hee. Tae Hee menangis meminta nenek bangun. Tapi nenek tak bergerak.


Baek In Ho yang berada tak jauh dari sana, menangis dan memohon ampun pada nenek. Ja Eun tercenung melihat nenek dibawa pergi oleh ambulans, tak berani mendekat.


Karena hanya satu orang yang diperbolehkan masuk ke mobil ambulans, ayah menemani nenek, sedangkan ibu dan Tae Hee pergi bersama.


Ja Eun dan ayahnya mengikuti mereka dengan taksi. Ia berlari menyusul Tae Hee yang sudah masuk ke UGD. Mendadak langkahnya terhenti dan mematung di tempat. Ia  tak berani mendekati ruang UGD. Ja Eun hanya menunggu di luar bersama ayahnya.


Di UGD, Tae Hee dan kedua orang tuanya menunggui nenek yang sedang ditangani medis. Untung masa kritisnya telah lewat, dan walaupun belum sadar, nenek sudah dapat dipindahkan ke kamar.


Baek In Ho yang menyusul ke UGD mendapat informasi terakhir dan memberitahukan pada Ja Eun. Seperti mendoakan,  Ja Eun yakin kalau nenek pasti bangun karena nenek adalah wanita yang kuat. Nenek pasti bangun.


Tapi Ja Eun tetap berdiri di tempat itu. Tae Shik dan Tae Pil yang datang, heran melihat Ja Eun yang berdiri di depan Rumah Sakit. Dari kejauhan Tae Shik mengisyaratkan agar Ja Eun masuk, tapi Ja Eun tak bergeming. Tae Pil berteriak mengajak Ja Eun, tapi Ja Eun tetap membisu. Tapi karena mereka terburu-buru ingin melihat nenek, mereka langsung masuk ke UGD.


Ayah menyesal telah memberitahukan kabar yang membuat nenek pingsan. Ia memegang tangan nenek meminta ibunya untuk bangun karena ia tak dapat hidup lagi jika ibunya meninggal. Ayah minta maaf karena ia tak dapat menangkap pelakunya 26 tahun yang lalu dan malah membuat nenek tinggal di perkebunan milik ayah pembunuh adiknya.


Ayah sudah hampir kehilangan akal sehatnya, menyalahkan Baek In Ho, karena dialah nenek pingsan seperti ini. Ibu menenangkan ayah karena bisa-bisa ayah juga pingsan karena tekanan darahnya naik lagi. Ayah memutuskan keluar ruangan untuk menenangkan diri.


Tae Shik dan Tae Pil masuk dan menanyakan keadaan nenek. Tae Shik memohon nenek agar bangun karena nenek belum sempat melihat ia menikah. Tae Pil melirik pada Tae Hee agar keluar kamar untuk berbincang-bincang.


Di luar Tae Pil bertanya masalah apa yang terjadi hingga nenek pingsan? Apakah berhubungan dengan Ja Eun yang tak mau masuk dan hanya menunggu di luar?


Tae Hee terkejut mendengarnya, dan buru-buru keluar meninggalkan pertanyaan Tae Pil menggantung tak terjawab.


Dari kejauhan, Tae Hee melihat Ja Eun berdiri mematung di depan UGD tak berani masuk juga tak mau pergi. Tae Hee pun tak berani mendekati Ja Eun juga tak tega meninggalkannya sendiri. Ia akhirnya menelepon Jae Ha, meminta bantuannya.


Jae Ha datang dan melihat Ja Eun berdiri ditemani ayahnya. Ia mengajak Ja Eun untuk pergi, tapi Ja Eun menolak. Ia akan berdiri sampai nenek sadar. Jae Ha mengajak Ja Eun untuk melakukannya di dalam mobil saja karena cuaca malam itu sangat dingin.


Ja Eun tetap menolak, jika Jae Ha ingin mengajak seseorang, ajaklah ayahnya. Karena ayah baru saja keluar dari rumah sakit, maka kesehatannya pasti belum pulih benar. Walaupun Jae Ha terus memaksa, tapi Ja Eun tetap menolak. Hingga akhirnya Jae Ha memberitahukan kalau Tae Hee yang menyuruhnya datang. Ia menyampirkan syal  ke bahu Ja Eun, tapi Ja Eun tetap menolak.

Dipakai atau tidak, Jae Ha menyerahkan syal  dan sarung tangan itu pada Ja Eun.


Ja Eun mengarahkan pandangannya ke sekelilingnya. Jika Jae Ha datang karena diminta Tae Hee, berarti Tae Hee ada ..


.. di sana. Memandang Ja Eun dengan tatapan sedih.


Sama-sama tak dapat menghampiri satu sama lain, Ja Eun dan Tae Hee hanya dapat memandang dari kejauhan. Tae Hee yang hendak menangis, mengalihkan pandangan agar Ja Eun tak melihatnya menangis. Begitu pula Ja Eun, yang tak ingin terlihat sedih di mata Tae Hee.


Sama-sama tak memandang, mereka tak tahan. Akhirnya, dengan menelan tangis yang sudah keluar, mereka pun saling berpandangan, seakan mengucap maaf dan penyesalan.


Tae Bum sudah datang, dan ketiga bersaudara itu membicarakan apa yang sebenarnya terjadi. Tae Shik yang diberitahu oleh ibu kembali mengulang kejadian siang tadi di rumah. Ibu juga berpesan agar tak menyebutkan nama Ja Eun di depan Nenek.


Semuanya merasa kasihan karena yang paling terluka adalah Tae Hee dan Ja Eun yang tak mungkin dapat bersama. Padahal Ja Eun adalah satu-satunya gadis yang disuka Tae Hee dan ini kali pertama Tae Hee menginginkan pernikahan.


Tae Bum menambahkan jika nenek tak sadar lagi, Ja Eun dan Tae Hee pasti akan gila. Tae Pil dan Tae Shik memperingatkan Tae Bum agar tak mengatakan hal seperti itu, karena kedengarannya seperti doa. Tae Bum pun tersadar dan menarik kembali ucapannya.


Jae Ha masih mencoba memakaikan scarf untuk Ja Eun, tapi Ja Eun menolaknya. Akhirnya Jae Ha menyerah dan masuk ke dalam mobil dimana ayah sudah berada di dalamnya.


Tapi kondisi ayahpun tak lebih baik dari Ja Eun. Ayah menangis, meraung menyesali segala kesalahan yang ia perbuat di masa lalu.


Ibu keluar rumah sakit dan memandang sedih pada calon putri kesayangannya. Ia menghampiri dan memberikan sekaleng kopi hangat untuk Ja Eun. Dengan setengah memaksa, ibu menyuruh Ja Eun untuk mengambilnya agar ia tak pingsan.


Ia juga melepas scarf yang tergantung di lehernya dan menyampirkannya ke leher Ja Eun. Tapi Ja Eun mundur dan menolaknya.


Ibu menghardik Ja Eun, “Apa maksudmu? Apakah kau ingin pingsan dan membuat orang lain khawatir? Tenanglah, nenek adalah wanita yang kuat. Ia akan sadar kembali. Jika nenek pergi sekarang, nenek tahu kalau ia akan melukai hati Tae Hee selamanya. Jadi nenek pasti akan sadar.”


Terisak pelan, kali ini Ja Eun tak berani menolak.


Malamnya Tae Hee memegang tangan Nenek dan dengan perlahan berbicara padanya. Ayah dan Ibu yang ikut menunggui, tertidur di kursi masing-masing.

 “Nek, cepatlah bangun. Jika nenek tak bangun lagi, aku tak tak mampu hidup seperti sekarang ini. Jadi cepaltlah bangun, Nek. Bukankah nenek ingin melihat cucu kesayangan ini menikah? Biarkan aku menikah dulu, nek. Nenek.. cepatlah bangun.” 


Malam berganti pagi, Jae Ha terbangun di dalam mobil dengan ayah yang masih tertidur di kursi belakang. Sedangkan Ja Eun masih tetap berdiri di tempatnya semula.


Nenek akhirnya tersadar. Semua anggota keluarga Hwang mengerumuni nenek, satu persatu bertanya. Apakah nenek sudah sadar? Apakah nenek masih bisa mengenali mereka? Apakah nenek bisa mengenali Tae Hee? Tapi nenek tetap terdiam, membuat mereka semua bertanya lagi. Akhirnya nenek membuka mulutnya,
“Kalian berisik sekali,sih? Aku baik-baik saja.”


Semua menghela nafas lega.


Jae Ha mendapat kabar kalau nenek sudah sadar, dan segera mengabarkannya pada Ja Eun dan ayahnya. Ja Eun menangis karena lega. Begitu pula ayah yang berkali-kali mengucap terima kasih.


Nenek diperbolehkan pulang, dan seluruh anggota keluarga (minus Tae Bum dan Soo Young) membimbing nenek masuk ke mobil Tae Hee.


Sebelum masuk, Tae Hee mencari seseorang yang berdiri semalaman di depan rumah sakit. Tapi orang itu sudah tak ada.


Ia menghela nafas dan hampir masuk mobil jika ujung matanya tak melihat Ja Eun berjalan bersama ayahnya dan Jae Ha. Pandangan matanya mengikuti Ja Eun, hingga Ja Eun hilang dari pandangannya.


Tae Shik yang sempat melihat Tae Hee yang hanya berdiri diam mencari siapa yang dilihat oleh Tae Hee, tapi ia tak menemukannya.


Tae Bum yang diberi kabar mengenai kesembuhan nenek juga lega. Ia sudah berada di kantor. Karena kabar nenek, ia hampir lupa kalau hari ini adalah saatnya pesta syukuran rumah jika tak diingatkan oleh temannya.


Begitu pula Tae Pil. Karena khawatir pada kesehatan nenek, ia sampai lupa makan. Yoo Eul yang juga mengetahui masalah kesehatan nenek, bersyukur dan mengajak Tae Pil makan dulu sebelum bekerja.


Sementara Tae Shik, datang-datang langsung minta berhenti pada bosnya di restoran. Mi Seok tak sengaja mendengar pengunduran diri Tae Shik, hanya bisa terpaku. Ia teringat lamaran yang ia tembakkan secara tak langsung pada Tae Shik. Apakah Tae Shik memilih keluar setelah mendengar lamarannya?


Ia kesal dengan tindakan Tae Shik. Memang ia benar-benar ingin menikah dengan Tae Shik? Siapa bilang? Dan kenapa ia malah mundur sekarang? Pria yang jahat. Mi Seok yang selalu memakai bando pemberian Tae Shik kemanapun ia pergi, melepas dan ingin mematahkannya.

Namun karena merasa sayang, ia hanya melepas bando itu dan meletakkannya di laci.


Malamnya, bersamaan dengan Mi Seok yang berada di mobil bersiap-siap pulang kerja, ia menerima SMS dari Tae Shik yang berisi, “Sebenarnya aku ingin mengatakan sesuatu padamu.” Membaca ini, Mi Seok menebak kalau Tae Shik sebentar lagi akan memutuskannya. Benar saja, SMS kedua datang yang menyebutkan, “Rasanya sulit untuk mengatakannya.” Mi Seok bergumam kalau Tae Shik ini adalah pria yang menyebalkan.


SMS ketiga datang, dan kali ini Mi Seok coba tak menghiraukan SMSnya. Tapi akhirnya ia menetapkan hati, kalau Tae Shik ingin putus, meka lebih baik mereka putus saja sekarang.


Ia membuka SMS itu, yang berkata, “Kim Mi Seok, Aku mencintaimu.”


Suara gitar tiba-tiba berbunyi, Mi Seok yang ingin tahu darimana suara itu berasal menyalakan lampu mobilnya. Ternyata di depannya, Tae Shik sudah duduk dibawah pohon (yang dihiasi lampu!) sambil memetik gitar dan mendendangkan lagu dengan keras dan sumbang.


Tapi seberapa sumbang suara Tae Shik, Mi Seok tak peduli. Walaupun Tae Shik mengatakan ia tak dapat membeli cincin ataupun bunga, Mi Seok juga tak peduli.  Karena Tae Shik memintanya untuk terus berada di sisinya.


Mulai hari ini ia akan bekerja di rumah sakit lagi. Dan kali ini ia akan bekerja dengan keras. Mi Seok paham, jadi karena itu Tae Shik meminta keluar dari rumah sakit? Tae Shik mengiyakan. Jika Mi Seok mau berada di sisinya, ia yakin dapat melakukan segalanya dengan baik. Jadi, menikah?


Mi Seok menangis dan memeluk Tae Shik. Ia berjanji akan berada di sisi Tae Shik. Tae Shik berjanji akan menjadi ayah yang baik untuk Gook Soo dan Ha Na. Mi Seok pun berjanji akan menjadi ibu yang baik bagi mereka. Mereka pun berpelukan lebih erat lagi, hingga terjatuh.


Tae Bum dan Soo Young pulang ke rumah untuk mempersiapkan makanan dan minuman untuk pesta syukuran rumah mereka. Tapi ternyata semuanya sudah dilakukan oleh ibu. Tae Bum dan Soo Young mulanya merasa keberatan, tapi ayah meminta mereka menuruti saja kemauan ibu karena sifat ibu memang seperti itu. Akhirnya Tae Bum dan Soo Young menurut.


Tapi rupanya kemauan ibu tak sampai di situ saja. Ibu berpura-pura tinggal sementara di rumah anaknya hingga pesta syukuran rumah dimulai. Teman-teman Tae Bum dan Soo Young bersikap baik pada ibu, bahkan Manager Gong menawari ibu untuk ikut bergabung. Ibupun menerima dengan senang hati. Ia secara spesial memperhatikan Manager Gong, dari memperhatikan makannya sampai bertanya apa pekerjaan orang tua Manager Gong.


Dipikir-pikir, ibu Soo Young ini sepertinya kesepian, ya?


Mereka pun minum (Ibu minum paling banyak) dan mulai bermain Truth or Dare. Korban pertamanya siapa lagi kalau bukan pasangan baru di depan mereka. Tae Bum dan Soo Young sebenarnya enggan melakukan itu, tapi teman-temannya memaksa. Jika Tae Bum tak mau menjawab, maka Tae Bum harus minum. Juga jika Soo Young tak mau menjawab, Tae Bum harus minum menggantikan Soo Young yang sedang hamil.


Pertanyaan yang dilontarkan membuat Manager Gong tak enak hati. Pertanyaan mereka seperti,

“Apa yang paling sexy dari Tae Bum?

“Bibir.” Wajah tak termasuk jadi Tae Bum harus minum


Atau “Kapan mereka terakhir berciuman bukan pipi?”

“30 menit yang lalu di dapur.”

“Kalian berciuman, sementara kami ada di ruang tengah? Keterlaluan. Ayo, Tae Bum. Minum lagi!”


Hampir saja Tae Bum minum lagi, kalau Ibu tak meminta waktu untuk berbicara. Ibu yang sudah mabuk, menyuruh Tae Bum untuk berdiri dan bertanya pada teman-teman Soo Young, bukankah Tae Bum sangat keren?


Teman-teman mereka mengiyakan. Ibu melanjutkan kalau seluruh baju Tae Bum, ia yang belikan di butik. Setengah tertawa, teman-teman mereka kagum dan iri dengan Tae Bum. Ibu melanjutkan bukan hanya baju yang ia belikan, tapi juga rumah ini. Tae Bum datang hanya membawa badan saja.


Soo Young memanggil ibunya frustasi, melihat ibunya yang sudah mabuk, tak dapat menahan diri berbicara semaunya.


Ibu tak menggubris teriakan Soo Young, malah memegang tangan Manager Gong yang juga mulai canggung dan berkata, “Aku juga dapat membelikan rumah untukmu. Dapatkah kau menemui Yoo Eul sekali lagi? Sekalii saja. Ya? Ya?”

Tanpa menunggu jawaban dari Manager Gong, ibu pun pingsan karena mabuk.

Hehe..kayanya ibu harus diblokir nih dari alkohol. Pengaruhnya bisa membahayakan hati dan jiwa orang-orang terdekatnya.


Sepulang nenek dari rumah sakit, nenek langsung menyuruh ayah untuk memanggil Baek In Ho. Ayah pun mematuhi dan langsung memanggil Baek In Ho lewat Ja Eun.


Begitu Baek In Ho datang, nenek langsung bertanya pada Baek In Ho dan memintanya jujur, “Apakah perkebunan ini diberikan untuk membayar hutang nyawa anakku?”


Baek In Ho berlutut dan terbata-bata menjawab, “Tidak, Bu. Saya sama sekali tak tahu mengapa Ayah melakukan ini. Tak mungkin. Bunuhlah saya, Bu. Saya bahkan tak tahu kalau korban yang saya tabrak adalah Chang Woo dan bahkan saya tak tahu kalau korban itu meninggal. Saya pantas mati, Bu.”



Nenek marah mendengarnya. Bagaimana mungkin Baek In Ho tak tahu kalau ia menabrak Chang Woo, bahkan sampai meninggal? Nenek mengambil sekeranjang bawang dan melemparkannya ke Baek In Ho, sambil memaki-maki kalau Baek In Ho pantas mati. Ia harus mati.



Nenek memukuli Baek In Ho dengan keranjang bawang, dan Baek In Ho diam dan pasrah menerima pukulan nenek. Ayah mencegah nenek agar tak memukul Baek In Ho, tapi nenek tetap memukulinya.


Baek In Ho pantas mati. Ia juga harusnya mati. Mereka berdua harusnya mati agar dapat meminta maaf pada anaknya. Baek In Ho tak tahu kalau ia yang menabrak Chang Woo sampai mati, dan ia juga harusnya mati karena tinggal di perkebunan yang digunakan sebagai pengganti nyawa Chang Woo. Mereka benar-benar harus mati.


Ia memukul Baek In Ho hingga ibu pun ikut menengahi, khawatir kalau nenek akan pingsan lagi.

Dan benar saja, nenek kembali pingsan. Untungnya kali ini pingsannya Nenek tak begitu parah. Dan dengan pikiran yang cukup tenang, nenek mulai berpikir tentang Tae Hee.


Ia bertanya pada ayah, apakah Tae Hee mengetahui hal ini? Ayah mengiyakan, Tae Hee sudah tahu karena ia menyelidiki kasus tabrak lari ini. Nenek pun tak kuasa membendung air matanya.


Ayah meminta ibu untuk mengemasi semua barang-baran Ja Eun.


Ayah menunggu kedatangan Ja Eun di restoran. Saat Ja Eun datang, ia memberikan kopernya dan menceritakan apa yang baru saja terjadi di rumah. Ia meminta untuk sementara waktu Ja Eun tak berkunjung dulu ke rumah. Mereka akan pindah sebentar lagi.

Ja Eun mengiyakan.


Ayah juga meminta agar jangan sampai Baek In Ho dapat menemui nenek lagi, karena ia tak yakin akan kondisi nenek jika ia melihat Baek In Ho lagi. Jika Ja Eun memerlukan sesuatu dan ingin bertemu dengannya, datanglah sendiri, jangan datang bersama ayahnya.


Ja Eun kembali mengiyakan. Ia akan berhati-hati.

Ayah juga ingin mengatakan keinginannya berkaitan dengan Tae Hee, tapi Ja Eun memotongnya. Sambil menangis ia berjanji akan memutuskan hubungan dengan Tae Hee.


Merasa apa yang ingin diucap sudah terucapkan, ayah pun beranjak pergi. Tapi Ja Eun menahannya dan berkata,

“Paman, saya sekarang mengerti kenapa Paman memanggilku yatim piatu saat ingin memutuskan hubungan kami. Sekarang, saya mengerti dengan cari itu Paman dan Bibi sebenarnya ingin melindungiku. Dan saya berterima kasih karenanya. Saya tak akan pernah melupakan hal itu seumur hidup saya, Paman. Mohon Paman menjaga kesehatan.”

Di studionya, Ja Eun mengambil handphone dan memandangi foto mereka berdua yang terpasang di handphone-nya.


Tae Hee yang sedang bertugas dengan Dong Min menerima telepon dari Ja Eun. Ternyata Ja Eun mengajaknya untuk bertemu.



“Paman, bisakah kita bertemu besok? Ada sesuatu yang ingin aku katakan.”

Diam-diam Tae Hee menangis tapi ia berkata, “Besok? Oke, apa sebaiknya kita juga membuat foto wisuda seperti yang kau inginkan?

Mendengar usul itu, Ja Eun juga menangis tapi menyetujuinya, “Aku akan memakai bajuku yang paling cantik.”

“Oke, kalau begitu aku akan berdandan serapi mungkin.”

“Baiklah, Paman. Sampai ketemu besok, ya..”


Dan itulah akhir percakapan mereka malam ini.


Komentar :

Dan episode 51 adalah kencan sebelum perpisahan.

Hehe.. Insting Veely ternyata benar. Jangan-jangan Veely shaman ya.. :)

Seperti Boys Before Flowers dan Shining Inheritance, mereka akan berkencan dulu. Namun kali ini kedua pihak sama-sama menyadari perpisahan yang akan terjadi. Dan besok mereka akan mengumpulkan semua kenangan manis yang bisa mereka buat dan akan menyimpan selamanya dalam hati.

Sepertinya akan ada pernikahan yang akan disaksikan oleh Nenek. Tapi bukan dari Tae Hee, tapi dari Tae Shik. Sesuai permintaan ibu. Walaupun dulu ibu mengatakan keinginan asal-asalannya  agar Tae Shik menikah dulu, untuk melindungi Ja Eun, tapi ternyata keinginan itu terwujud.



Semoga ibu tak merasa bersalah telah mengatakan hal itu. Karena mungkin saja ibu merasa bersalah karena ucapan itu keluar dari mulutnya. Bagaimanapun juga, ucapan ibu memang sangat ampuh. Yang ia ucapkan untuk anaknya, biasanya akan jadi kenyataan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar